Makalah Sejarah Perkembangan Hindu Budha di Indonesia




BAB II

PEMBAHASAN



1.     Masuk dan Berkembangnya Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
            Munculnya pemerintahan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan India. Kebudayaan India itu bersentuhan dengan kebudayaan Indonesia. Persentuhan kebudayaan ini terjadi sebagai salah satu akibat dari adanya hubungan yang dilakukakan oleh orang-orang India dengan orang-orang Indonesia atau sebaliknya. Hubungan itu berawal dari kegiatan perdagangan sehingga pengaruh-pengaruh kebudayaan India dengan Budha masuk ke Indonesia.
a.      Bangsa India yang Aktif
      Pendapat mengenai keaktifan orang-orang India dalam menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia yaitu sebagai berikut :
1)      Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya dikemukakan oleh NJ. Krom yang menyebutkan bahwa proses masuknya kebudayaan Hindu-Budha melalui hubungan dagang antara India dan Indonesia.
2)      Hipotesis Ksatria
Ada tiga pendapat mengenai proses penyebaran kebudayaan Hindu-Budha yang dilakukan oleh golongan Ksatria yaitu :
a)      CC. Berg menjelaskan bahwa golongan ksatria yang turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria Hindia yang terlibat konflik dalam masalah perebutan kekuasaan di Indonesia. Para ksatria memberi bantuan yang banyak membantu kemenangan bagi salah satu kelompok atau suku yang bertikai sebagai hadiahnya ada diantara mereka yang kemudian dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku yang dibantunya. Dari perkawinannya itu para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha pada keluarga yang dinikahinya.
b)      Moekerji juga mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Para ksatria membangun koloni – koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
c)      J.L Moens mencoba menghubungkan proses tebentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Ternyata sekitar abad ke-5  ada diantara para keluarga kerajaan di India selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
3)      Hipotesis Brahmana
            Jc. Van Leur mengatakan bahwa kebudayaan Hindu-Budha di India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh golongan brahmana. Hal itu didasarkan pada pengamatan terhadap sisa-sisa peniggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa sansekerta dan huruf pallawa. Karena hanya golongan brahmana lah yang menguasai bahasa dan huruf itu maka sangat jelas disini adanya peran brahmana.
b.      Bangsa Indonesia yang Aktif
Pendapat mengenai keaktifan orang-orang Indonesia diungkapkan oleh F.D.K Bosch. Menurut Bosch, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah orang-orang India yang memiliki semangat untuk menyebarkan agama Hindu-Budha.
Setelah tiba di Indonesia mereka menyebarka ajarannya. Karena pengaruhnya itu ada diantara tokoh masyarakat yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Pada perkembangan selanjutnya, banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berziarah dan belajar agama Hindu-Budha di Indonesia. Sekembalinya di Indonesia merekalah yang mengajarkannya pada masyarakat yang lain.

Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain :
1.      Kerajaan Kutai
            Kerajaan Kutai dengan nama asli Kutai Martadipura merupakan kerajaan hindu tertua di Indonesia, dengan aliran agama hindu-siwa. Letaknya di Muara Kaman tepatnya pada hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan kerajaan ini ditandai dengan adanya 7 buah prasasti, yang dinamai prasasti yupa dengan huruf palawa dan bahasa sansekerta. Pendirinya adalah Raja Kudungga. Setelah Raja Kudungga wafat, kerajaan diambil alih oleh putranya, Raja Aswawarman. Dan setelah Raja Aswawarman wafat, kerajaan diambil alih oleh putra Raja Aswawarman, yaitu Raja Mulawarman.
            Pada sebuah prasasti Yupa abad ke-4, dikisahkan bahwa Raja Mulawarman telah menyumbangkan 1000 ekor sapi kepada para brahmana. Kisah ini menceritakan betapa dermawannya seorang Raja Mulawarman, dari sini dapat dianalisis bahwa masyarakat Kutai makmur dan bermata pencaharian sebagai petani dan beternak.

2.      Kerajaan Tarumanegara
            Sumber mengenai kerajaan Tarumanegara berasal dari tujuh buah prasasti yang berbahasa sansekerta dan huruf pallawa. Prasasti tersebut adalah prasasti Ciaruteun, Kebun Kopi, Jambu, Tugu, Pasar Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Seorang musafir Cina bernama Fa-Hsien pernah datang di Jawa pada tahun 414 M. Ia telah menyebut keberadaan kerajaan To-lo-mo atau Taruma di Pulau Jawa. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang pada abad V M. Raja terbesar yang berkuasa adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat dengan pusat kekuasaan di daerah Bogor. Raja pernah memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran panjang 6.112 tumbak (± 11 km). Saluran itu berfungsi untuk mencegah bahaya banjir. Saluran ini selanjutnya disebut sebagai sungai Gomati.

3.      Kerajaan Sriwijaya
            Kerajaan sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah berjaya di Indonesia. Kerajaan ini mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim dengan menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional. Keberadaan kerajaan ini diketahui melalui enam buah prasasti yang menggunakan bahasa melayu kuno dan huruf pallawa, serta telah menggunakan angka tahun saka. Prasasti tersebut adalah Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur dan Karang Berahi. Nama Sriwijaya juga terdapat dalam berita Cina dan disebut Shih-lo-fo-shih atau Fo-shih. Sementara itu di berita Arab, Sriwijaya disebut dengan Zabag atau Zabay atau dengan sebutan Sribuza. Seorang pendeta Cina yang bernama I-Tsing sering dataang ke Sriwijaya sejak tahun 672 M. Ia menceritakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang menguasai agama seperti di India. Berita dari Dinasti Sung juga menceritakan tentang pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971-992 M.
            Raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Raja yang terkenal dari kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad IX M. Sriwijaya merupakan pusat pendidikan dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Menurut berita I-Tsing, pada abad VIII M di Sriwijaya terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Buddha di bawah bimbingan Sakyakirti. Menurut prasasti Nalanda, para pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Buddha dan ilmu lainnya di India. Kebudayaan Kerajaan Sriwijaya sangat maju dan bisa dilihat dari peninggalan suci sepeti stupa, candi, atau patung/arca Buddha seperti ditemukan di Jambi, Muara Takus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).

4.      Mataram Kuno
            Menurut Teori Van Bammalen, letak kerajaan ini berpindah-pindah, hal ini disebabkan oleh 2 alasan, yaitu karena adanya bencana alam letusan Gunung Merapi, dan karena adanya peperangan dalam perebutan kekuasaan. Awalnya, pada abad ke-8 kerajaan ini terletak di daerah Jawa Tengah, kemudian setelah Gunung Merapi meletus pada abad ke-10, kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Agama di kerajaan ini pun terbagi menjadi 2, yaitu hindu pada Dinasti Sanjaya dan budha pada Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya, Raja Sanjaya.
            Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran adalah Rakai Warak, kemudian Rakai Warak digantikan oleh  Rakai Garung (Samaratungga). Di tengah-tengah pemerintahan kerajaan Mataram Kuno, Datanglah keinginan Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal sebagai Dinasti Sanjaya. Persaingan antara Dinasti Sanjaya yang dipimpin Rakai Pikatan dengan Dinasti Syailendra yang dipimpin Raja Samaratungga, membuat cita-cita Rakai Pikatan untuk menjadi penguasa tunggal di Pulau Jawa terhalang. Terjadi pertikaian antar kedua dinasti. Akhirnya pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra. Namun, pernikahan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani ternyata tidak membuahkan kedamaian, malah justru membuat pertikaian antara Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendra semakin sengit.
            Akhirnya, Rakai Pikatan sebagai Dinasti Sanjaya berhasil menguasai kerajaan sedangkan Pramodawardhani bersama anaknya, Balaputradewa melarikan diri ke Palembang, Sumatra Selatan untuk kemudian mereka menjalankan sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jadi pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih ini di antaranya adalah:
a.     Ratu, Datu, Sri Maharaj
b.    Rakryan Mahamantri I Hino
c.     Mahamantri Halu & Mahamantri I Sirikan
d.    Mahamantri Wko & Mahamantri Bawang
e.     Rakryan Kanuruhan
                 Raja Mataram selanjutnya adalah Rakai Watuhumalang, kemudian dilanjutkan oleh Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu sebagai Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Di masa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya.
                 Rakryan I Halu, dan Rakryan I Sirikan. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Mpu Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, melakukan kudeta karena merasa bahwa ia adalah keturunan asli Dinasti Sanjaya, kemudian Mpu Daksa digantikan oleh menantunya, Sri Maharaja Tulodhong.

5.      Kerajaan Singhasari
                  Keberadaan Kerajaan Singhasari didasarkan pada kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan raja-raja yang memerintah di Singasari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan keajaiban Ken Arok. Ken Arok semula sebagai akuwu (bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya karena tertarik kepada Ken Dedes isteri Tunggul Ametung. Pada tahun 1222 M Ken Arok menyerang kediri sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter.
                  Ken Arok menyatakan dirinya sebagai Raja Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa Bhattara Sang Amurwabhumi. Raja Singasari yang terkenal adalah Kertanegara Karena di bawah pemerintahannya Singasari mencapai puncak kebesarannya. Kertanegara bergelar Sri Maharajaderaja Sri Kertanegara mempunyai gagaasan politik untuk memperluas wilayah kekuasannya, menyingkirkan lawan-lawan politiknya, menumpas pemberontakan, menyatukan agama Syiwa dan Buddha menjadi agama Tantrayana (Syiwa Buddha dipimpin oleh Dharma Dyaksa), melakukan politik perkawinan, dan mengirim ekspedisi Pamalayu tahun1275.
6.      Kerajaan Majapahit
                  Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terakhir dan terbesar di Indonesia. Letaknya di Pulau Jawa. Pendirinya adalah Raden Wijaya yang sempat melarikan diri ke Madura bersama istrinya saat terjadi Peristiwa Mahapralaya. Kerajaan Majapahit, awalnya hanyalah sebuah desa kecil bernama Desa Tarik yang merupakan pemberian Raja Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya telah dimaafkan dan dipercaya tidak bersalah atas kesalahan generasi atasnya.
                  Singkat cerita, pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur dengan tujuan untuk menyerang Raja Kertanegara yang telah merebut Kerajaan Melayu dan menyatakan tidak mau tunduk pada Kaisar Kubilai Khan. Mereka tidak tau bahwa Raja Kertanegara beserta Kerajaan Singhasari itu telah meninggal dan hancur dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri. Mengetahui rencana penyerangan dari Cina ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singhasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di Kediri.
                  Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan, sehingga Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyangka ketika sedang berpesta pora, pasukan Majapahit balik menyerang mereka. Akhirnya pasukan armada Cina kalah, dan mereka segera kembali ke tanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majaphit mulai berkuasa. Pada tahun 1295, berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi Artahpura. Setelah Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
                  Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup. Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke Desa Bedager. Raja Jayanegara wafat tahun 1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani.
                  Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana. Dari kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan seluruh Nusantara di bawah naungan Majapahit.
                  Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara dan Gajah Mada diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk pada Majapahit, namun ada satu kerajaan kecil yang belum berhasil dikuasai kerajaan Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda Galuh. Raja Hayam Wuruk bersama Patih Gajah Mada berusaha untuk menaklukan kerajaan tersebut.
                  Namun ketika itu Raja Hayam Wuruk terlanjur jatuh cinta pada putri dari Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka. Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi Dyah Pitaloka. Ia mengundang keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh datang ke Kerajaan Majapahit untuk menikah dengan Dyah Pitaloka. Ketika keluarga besar dari kerajaan Sunda Galuh tiba di Kerajaan Majapahit, terjadi kesalahpahaman. Patih Gajah Mada mengira bahwa keluarga besar Kerajaan Sunda Galuh ingin menyerang Kerajaan Majapahit, akhirnya Patih Gajah Mada segera mengeluarkan pasukan dan membunuh semua anggota keluarga Kerajaan Sunda Galuh. Hanya Dyah Pitaloka yang tidak dibunuh. Melihat seluruh keluarganya tewas, Dyah Pitaloka pun akhirnya melakukan belapati (bunuh diri) pada dirinya sendiri.
                  Raja Hayam wuruk yang mengetahui peristiwa kesalah pahaman tersebut menjadi marah, terlebih ketika melihat calon istrinya mati karena bunuh diri atas kesalahpahaman patihnya. Akhirnya, Raja Hayam Wuruk pun sakit, dan meninggal karena sakit hati. Sejak kematian Raja Hayam Wuruk, maka Kerajaan Majapahit mencapai masa kemunduran, perlahan-lahan kekuasaan Majapahit pun runtuh. Pada salah satu versi cerita, dikisahkan Sang Patih, Gajah Mada pergi ke sebuah gunung untuk berdiam diri dan menjadi pertapa karena merasa bersalah pada rajanya.

C.   Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Hindu-Budha
            Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia. Terjadilah proses akulturasi. Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain:
1)      Bidang agama, dibuktikan dengan berkembangnya agama Hindu dan Budha di Indonesia.
2)      Bidang politik dan pemerintahan, sistem pemerintahan yang berlangsung di Indonesia masih berupa pemerintahan kesukuan yang dipimpin oleh seorang kepala suku. Kemudian masuknya pengaruh India membawa pengaruh pada terbentuknya kerajaan yang bercorak Hindu-Budha di Indonesia.
3)      Bidang pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan bukti dari pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Lembaga tersebut mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan.
4)      Bidang sastra dan bahasa, pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada bidang sastra menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Karya sastra itu antara lain:
a.       Arjunawiwaha,
b.      Bharatayudha,
c.       Gatotkacasraya
d.      Arjuna wijaya dan Sutasoma
e.       Negarakertagama
f.       Wretta sancaya Lubdhaka.
5)      Bidang seni tari, relief-relief yang terdapat pada candi-candi Borobudur dan Prambanan menunjukan adanya bentuk tarian yang berkembang pada masa itu. Tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan merupakan tarian yang terlihat direlief candi tersebut.
6)      Hiasan pada candi atau sering disebut dengan relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia.
7)      Wujud akulturasi pemujaan arwah leluhur dengan ajaran Hindu-Budha yang dapat dilihat dari bentuk arca dan patung yang ditempatkan di Candi.
8)      Bidang seni bangunan. Bidang seni bangunan adalah salah satu peninggalan budaya Hindu-Budha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain candi dan stupa.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun. Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.

B.     Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR PUSTAKA

Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen         Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada         university Press, 1998
Armia, “Makalah Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”,             http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan-         hindu-budha-di.html, 18-09-2013.


Share this article :
 
Support : Caffe Coffee | Tabloid Kita | Zona Blogger
Copyright © 2014. Pendidikan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger